. . .

ETIKA SANTRI DALAM BERSOSMED



Dewasa ini, social media (sosmed) sudah menjadi kebutuhan untuk semua kalangan.  Mulai dari Petinggi Negara, Pebisnis, Praktisi, Politisi, Akademisi, Sastrawan, hingga Kaum Sarungan.  Tidak dapat dipungkiri bahwa banyak hal-hal positif yang dapat kita gali darinya, pun efek negatifnya tidak dapat dielakkan.  Walaupun sejatinya tidak ada suatu Negara yang menginginkan rakyatnya terjerambab ke dalam stigma-stigma dan polapikir yang tidak diinginkan, karena yang dapat memfilter mana yang pantas dan tidak untuk di share ke khalayak ramai hanyalah diri kita masing-masing.

Acap kali, kita temui pertikaian dalam dunia maya. Hal ini bermula dari Update status yang berbumbu syara’, sindiran dan fitnah.  Seabrek keluhan yang diposting setiap detiknya memenuhi dinding pemberitahuan para pembaca, aman saja jika tidak ada oknum-oknum yang tersudutkan? Jika menimbulkan pertikain? Bagaimana?

Tak pelak, kita temui pertikaian didunia maya yang di bawa sampai kedunia nyata dan bukan saja memperpendek jarak, malah makin membuat runyam ketenangan pribadi dalam menjalani kehidupan.  Baik saja, jika social media bisa benar-benar dimanfaaatkan dengan baik.  Karena kemanfaatnanya akan bisa dirasakan, misal : Di grup komunitas “ Tahfidzul Quran”, disitu membahas tentang pembagian juz, simaa’an dan deresan.  Selain itu juga bagi pelajar pada umumnya dan santri Al-asy’ariyyah khususnya dapat mengunduh aplikasi terkait pembelajaran, maktabah syamilah, juga mata pelajaran umum maupun agama.  Serta bisa dimanfaatkan untuk melihat dakwah dakwah, pula dapat diakses beasiswa belajar ke luar negeri, mengikuti tes kecerdasan secara online, juga perkembangan keilmuan di seluruh Negara-negara di dunia, pun para tokoh yang menginspiarasi yang tidak mungkin kita temui langsung bisa kita lihat kiprahnya lewat akun sosmednya, music music bernuansa qurani, islami dan memotivasi juga bisa kita unduh.

Social media (sosmed) baik itu Instagram, Line, Whatssapp, Facebook sebenarnya hanya sebuah sarana berkomunikasi,  fungsinya untuk memperat tali silaturahim.  Tak ayal jika disebutkan bahwa Social media merupakan Dajjal Majazi, Yakni, Dajjal secara majaz karenanya Ulama mengatakan banyak Dajjal- dajjal bermunculan salah satunya adalah alat telekomuniaksi yang tidak dimanfaatkan dengan semestiya.  Mengapa demikain? Karena sosmed berujung pada candu, yang akan membuang waktu sia-sia jika kita menjadikannya prioritas utama.

Kebaikan dalam bentuk apapun memang bermula dari ibda’ binafsi, pun social media yang kita geluti setiap hari ini akan menuai kepositifan jika pribadi masing-masing dapat memfilter dan memilahnya, jadi pandai-pandailah mengambil hikmah dalam segala hal.

“Abah, bagaimana dengan status yang setiap harinya berisi dengan seabrek keluhan, apakah keluhan ini masih mencerminkan akhlak santri?tanya reporter Al-Asy'ariyyah,”

“Sebenarnya keluhan itu berasal dari kegalauan akibat adanya problem yang tidak mampu dibendung sendiri sehingga tanpa pikir panjang ditumpahkan begitu saja dalam post message yang dipublikasikan, padahal tidak semua privasi kita harus diketahui oleh orang diseluruh dunia.  Tidak perlu sedikit sedikit update status yang nantinya hanya menimbulkan kebencian dan merenggangkan harmoni antar sesama.   Saya sendiri bergabung dalam grup Whatsapp ASPARAGUS (Aspirasi Para Gus) disitu kami para anggota memilki 14 pasal kesepakatan yang bertujuan menghindari fitnah. Sehingga kalau sudah sifatnya privasi bisa diungkapkan dan dikomunikasan lewat JaPri (Jaringan pribadi). Lagi lagi ini soal rasa, perasaan yang tidak diolah  dengan baik, yang tidak memiliki keteguhan iman kadangkala diumbar begitu saja, padahal melu ati mati, melu rasa binasa.  Seperti halnya ketika kita akan  menshare berita di grup harus di filter terlebih dahulu karena jika dalam grup kita akan menshare satu  informasi saja maka anggota yang di dalamnya akan mengetahui semua. Sehingga tak jarang berita yang tidak di filter terlebih dahulu akan  menuai berbagai pendapat. Salah satunya juga bisa menyebabkan adanya perasaan suudzon, karena yang sering terfikirkan hanya kepuasan hati tanpa mempertimbangakan padahal seharusnya difikirkan terlebih dahulu, apakah postingan saya menyinggung? Apakah pantas dipublikasikan? Jadi selalu berpedomanlah pada piye benere ora piye apike.  Tak jarang sikap suudzon akan menimbulkan benih permusuhan karena masing – masing dari kita akan mengeluarkan pembelaan-pembelaan serta hujjah yang tidak sesuai dengan basic dan literature pengetahuan tapi lebih condong pada literature emosi.

Perlu diketahui bahwa yang hilang dari diri kita bukan kepandaian tapi keyakinan, karena tidak semua dapat dinalar oleh logika dan dhohiriyyah saja lebih jauh dari itu penalaran bathiniyyah yang perlu dibangun, “bangunlah jiwanya bangunlah raganya” seperti Al aqlussalim fi jismi salim, jika akalnya sehat maka otaknyapun sehat, dengan seringnya mengeluh di akun sosmed ini menunjukan kurangnya “Managerial Hati” juga min ‘adh’afil iman (lemahnya iman) adalah ditandai denga seringnya mengeluh.”Papar Abah Atho.
Hakekatnya apa yang dirasakan oleh semua orang itu sama, jadi ketika menshare sesuatu sebaiknya difikirkn terlebih dahulu agar pembaca tidak tersindir dan sakit hati, yo dipikir yo diakal sehat. Kalupun kita ingin berkeluh kesah ada baiknya kita menceritakannya kepada orang yang di percaya atau yang dapat memberi solusi ”Tambah beliau.

Seyogyanya social media (sosmed) yanga tidak terlepas dala kehidupan kita ini dapat diamanfaatkan sebaik mungkin, jangan lupa selain managerial hati kita juga perlu managerial diri dengan cara memangae waktu, menggunakan social media seperlunya saja.  Ikutilah arus zaman tapi jangan tenggelam olehnya.  Lebih dari itu, kita tidak boleh terwarnai dan terlena.  Oleh karena itu, perlu adanya pemahaman keilmuan yang mandalam karena orang yang menguasai ilmu maka dia akan menjadi bijaksana, sedangkan orang yang dikuasai ilmu, maka yang muncul hanyalah sifat sombong, egoisme dan arogansi.

Wallahu a’lam
Comments
0 Comments