. . .

CUKUP SEKALI


By : Tri Asiah
.
Ini adalah tahun ke tiga aku berada di Pondok Pesantren, aku begitu menikmati kehidupan ini, yah meskipun harus jauh dari orang tua. Pesantren telah mengajariku banyak hal, tentang arti persahabatan , kekeluargaan, kesederhanaan hingga kesabaran. Bertemu dengan banyak teman dari latar belakang yang berbeda, mulai dari cara berbicara, cara bertingkah hingga bisa makan  makanan khas yang berbeda –beda, hal itu cukup membuatku sadar begitu kaya negeri ini dengan suku budaya yang beragam, yang memiliki ciri khas disetiap daerahnya. Aku sangat bersyukur bisa merasakan indahnya nyantri.

Bahagia itu sederhana mungkin kata itu bisa mewakili perasaanku hari ini, di pagi yang cerah ini kiriman datang dari orang tua, hari ini dengan sejumlah uang yang ku pegang aku membeli banyak kebutuhan yang memang diperlukan, untuk beli sabun, sahmpoo, bolpoint, sendal swalow buku dan lain-lain, aku membelinya bersama sahabatku rina. Rina adalah salah satu sahabatku yang boleh dibilang paling deket deh, dia asli orang lampung aku sudah lama sekali bersahahabat dengannya dari awal mondok sampai saat ini,kami sering menghabiskan waktu bersama. Di warung dekat pondok aku membeli segala kebutuhan yang ku perlukan hingga aku mendapati sepasang sepatu yang membuatku enggan untuk beranjak dari warung langgananku itu, padahal bulan ini tidak ada jatah untuk membeli sepatu. Entah mengapa aku sangat menyukainya dan ingin sekali memilikinya, berkali kali ku pandang sepatu cat berwarna putih biru itu, lalu ku coba memakainya dan ternyata itu sesuai dengan ukuran kakiku, hatiku semakin bimbang dan pikiranku semakin kacau aku mencoba mencari celah untuk bisa memiliki septu itu segera,

Kamu suka sepatu itu ? tanya rina padaku.
E...Engga kok, Cuma penasaran aja . Jawabku sambil tersenyum masam
Yang bener aja, kalau memang suka ya beli aja . “ timpalnya ,enteng
ah , enggak ah.. bulan ini kan ga ada jatah untuk beli sepatu, nanti uang kirimanku ngga cukup sebulan lagi  . Jawabku sambil pasang muka murung
Yaudah yuk kita pulang aja, bentar lagi ngaji nih.. kata rina sambil menarik tanganku keluar warung.

Dengan terpaksa akupun pergi meninggalkan warung itu, namun bayangan sepatu cat biru itu masih terus menghantuiku. Hingga malam menjelang tidur aku mendapatkan sebuah ide agar bisa memiliki sepatu itu. Keesokan harinya tanpa sepengetahuan rina, dan teman lainnya, aku pergi menuju warung yang menjual sepatu itu. Aku sangat bersyukur, sepatu itu belum di beli orang lain. Dengan gembira ku beli sepatu itu dengan sejumlah uang yang telah ku bawa.


Malam setelah ngaji diniyah usai, rina mengajaku untuk membayar syahriyyah pondok di kantor bendahara pondok.
Put.. mbayar syahriyyah yuk,
“ ah ,aku besok ajalah udah ngantuk nih. jawabku malas
“ Tumben banget, yaudah aku dulua ya . Katanya sambil berlalu meninggalkanku
Oke oke, Jawabku sambil menarik selimut.

Malam ini hujan turun sangat lebat, hingga membuat para santri enggan tidur larut malam, begitu pula denganku. Kehangatan selimut membuatku lupa akan kehidupan dunia nyata.

Putri.. sedang apa kamu disini ? tanya seorang perempuan berjilbab merah yang tak asing bagiku.
Sedang menikmati keindahan alam , Jawabku tanpa basa-basi.
kamu suka pemandangan itu ?
Jelas aku menyukainya . Jawabku singkat
Kamu tahu siapa yang ada di sebelah sana ? tanyanya sambil menunjuk ke sawah yang hijau..
Iya jelas tahu, itu ayahku yang sedang merawat tanaman padi.
Kalau itu ? tanyanya kembali
Ooo kalau yang disebelah itu, ibuku. Ibu sedang berjualan di warung.
Apakah kamu menyayangi mereka . Tanya seorang wanita berjilbab merah itu membuatku tersenyum geli..
Jelas aku sangat menyayanginya, mereka itu adalah pahlawan dalam kehidupanku. Seluruh jasanya tak akan mampu untuk ku balas. Jawabku mantap
benar kamu menyayanginya , wanita itu bertanya sekali lagi sambil menatap ayahku yang sedang kepanasan di sebelah sana..
Iya benar aku sangat menyayanginya . Jawabku agak sedikit kesal.
“ Lalu dengan apa kamu membuktikannya?
Hmm, berhubung sekarang aku masih sekolah, mungkin aku Cuma bisa membuktikannya dengan prestasi belajarku kak, semangat belajar dan menjaga amanah, mungkin itu” Jawabku sambil menatap kedua orang tuaku yang sedang bekerja.

Wanita itu hanya tersenyum menatapku lalu beranjak pergi meninggalkanku, akupun heran menatapnya.

Tiba-tiba saja hujan turun membasahi sekujur tubuhku,akupun berlari mencari tempat berteduh dan melihat bapak ibuku terkena guyuran hujan. Akupun memanggil mereka agar segera berteduh.
“ Ayah.. ibuu.. Berteduhlah hujan..
“ Ayah.. ibu..
“Put.. putrii bangun.. bangun...” Rina menepuk bahuku sangat keras hingga akupun terbangun,
Eh, Rin.. kenapa ?tanyaku lemas,
“  Kamu ngigau ya ?
Lalu akupun langsung terbangun dan memeluk rina sambil menangis,
Kamu kenapa kok nangis ?
Aku rindu bapak ibu . Jawabku sambil terisak.
Cupcup sudah sudah..
Aku menyesal telah menggunakan uang syahriyyahku untuk membeli sepatu,
Ooo, jadi kamu membeli sepatu pakai uang untuk bayar pondok.. cupcup, udah udah ga papa kan udah terlanjur, berarti besok jangan lagi. Kata rina mencoba menenangkanku.
Akupun terdiam, lalu mencoba untuk tidur kembali.

Keesokan harinya , aku langsung menuju ke kantor bendahara guna membayar syahriyyah pondok. Bulan ini terpaksa ku kurangi uang jajanku, ini semua karena kesalahanku sendiri.
Udah.. kalau uang jajanmu kurang nanti pinjam ke aku aja, kata rina sambil tertawa.
ahh, gampang lah.. aku mau puasa aja ini salahku kok.. jawabku PD
huahaha.. gayamu put, makan pagi telat aja kamu udah kayak cacing kepanasan, ini malah sok mau puasa. Jawabnya ngejek

Akupun menyambutnya dengan tertawa, tapi ini sudah menjadi risikoku untuk bertanggung jawab atas apa yang telah aku lakukan. Mengingat jasa kedua orang tua yang telah bekerja keras mengorbankan banyak hal. Ini untuk pertama dan terakhir bagiku dan tak akan ku ulangi lagi kejadian ini.

-TAMAT-
Comments
0 Comments